31/03/10

Mengenang Jasa Ibu


Wahai Ibunda, entah kenapa tiba-tiba memoriku kembali ke masa silam. Aku teringat tatkala dulu engkau berbagi cerita bersama kami, ketika engkau menyemangati kami, ketika seringkali airmata mengalir dari pipimu yang halus, ketika shubuh engkau membangunkan kami untuk sembahyang memuja sang Al-Khalik.

Ketika di sore hari engkau senantiasa mengingatkan kami untuk pergi mengaji, ketika engkau menguraikan harapan-harapanmu pada kami anak-anakmu yang sedang engkau didik dan engkau besarkan dalam naungan cintaNya, ketika engkau mengharapakan agar dirumah kita yang hampir roboh itu bisa kita dirikan shalat berjama’ah dengan kami anakmu sebagai imamnya, ketika dengan penuh harap engkau bercita-cita agar suatu saat kita mampu membeli sepetak tanah masa depan yang akan kita tempati bersama karena tidak mungkin kita akan terus menempati pojok tanah pinjaman orang lain. Ibunda, aku juga teringat ketika engkau tersenyum bahagia menyaksikan kami anak-anakmu menjadi juara kelas di sekolah dan TPA.

Mak, loen rindu keu droeneh!”, begitulah jeritan hatiku tatkala suatu ketika di keheningan malam yang syahdu mataku tak mampu terpejam karena hadirnya rasa kerinduan yang amat sangat kepada seorang wanita yang telah melahirkanku, kepada seorang yang telah membesarkanku dengan perjuangannya yang amat berat. Saat itu, ku ambil sebuah pena dan secarik kertas kucoba menulis secuil isi hatiku dalam sepucuk surat mengenang jasa-jasanya yang tiada tara banyaknya.

Aku masih ingat pesan dan harapanmu dulu, biarpun kondisi keluarga kita hancur-hancuran tapi engkau tetap menginginkan kami menjadi anak-anak yang alim/shalih, berpendidikan tinggi dan berhasil dunia akhirat, meski saat itu Ayah jarang pulang karena mencari rizki di belantara hutan Ilahi, meski saat itu kita jarang makan, atau kadangkala kita harus menghidupkan ’suwa’ untuk menerangi rumah kita yang tanpa listrik itu. Meski kondisi kita melarat sebagaimana kebanyakan masyarakat Aceh pedalaman lainnya.

Tapi, aku tak menyangka engkau begitu bersemangat menyekolahkan kami, meski kadang kami menangis karena dengan terpaksa harus memakai baju sekolah yang sudah lusuh atau pemberian orang, tapi engkau tak pernah putus asa dalam menyemai benih cinta dan harapan dijiwa kami.

Ibunda, masih kuingat tatkala dipagi hari selepas shubuh engkau sudah bersiap-siap untuk berbelanja keperluan jualan pecal dan kue, pekerjaan yang telah engkau geluti bertahun-tahun sampai kami menginjak remaja, aku terpana seolah engkau tidak pernah kelelahan dalam membesarkan dan mendidik kami, kadangkala engkau ajak aku untuk ikut ke pasar, disana kulihat engkau berbelanja sambil bercengkerama dengan Nyak-nyak meukat gule di pasar Panton Labu hingga pasar Matangkuli tempat engkau berbelanja saat ini setelah kita pulang dari perantauan.

Ohya ibunda, dulu ananda pernah bercerita kan tentang cita-cita yang ingin ananda raih?, disamping ingin membahagiakan dan mewujudkan harapanmu ananda juga ingin sekali menjadi penulis, karena ananda yakin banyak perubahan berawal dari sebuah karya tulis. Ananda teringat Novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih yang sanggup membius ribuan orang dengan pesan-pesan Islam, ananda juga mengagumi para penulis artikel di media cetak dengan ide-idenya yang sangat brilian dan cemerlang, sekaliber Ampuh Devayan, Muhibuddin Hanafiah, Jarjani Usman yang namanya telah ananda kenal semenjak di bangku SLTP dulu, begitu juga Rustam Effendi, Halim Mubary, Ahmad Humam Hamid, Sulaiman Tripa, Saifuddin Bantasyam, dan juga banyak yang lain yang terus memberikan sumbangsihnya untuk masyarakat kita. Ananda berhasrat kelak bisa bergabung dengan mereka untuk secara aktif memberikan ide-ide yang telah engkau semai dahulu.

Untuk itu wahai ibunda, ikhlaskan ananda pergi meninggalkanmu menuntu ilmu untuk sementara waktu, meski terus dihimpit kesulitan ekonomi tapi aku yakin dengan sabda Rasul kita Muhammad Saw yang sering engkau ingatkan dahulu, ’Barangsiapa siapa menempuh jalan untuk menuntu ilmu maka ia telah merintis salah satu jalan ke syurga’, aku juga ingat firman Allah seperti diajarkan Teungku di Dayah, ’Siapa saja yang bertakwa kepadaNya maka Dia akan memberikannya jalan keluar’.

Ibunda, saat ini ketika perjalanan hidup yang kujalani penuh dengan onak dan duri aku-pun mulai menyadari siapa dirimu sebenarnya, bagaimana besarnya jasa-jasamu. Bagiku engkau laksana wanita terbaik yang akan selalu ku kenang sepanjang masa dalam hidupku, aku tak akan pernah melupakanmu, aku akan selalu mendo’akanmu.

Insya Allah kelak aku akan mewujudkan semua harapanmu. Dan do’amu adalah senjata bagiku wahai Ibunda…..

Oleh : Teuku Zulkhairi

30/03/10

Berhala Modern itu Bernama Nasionalisme


Ada sebuah ayat di dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa suatu masyarakat sengaja menjadikan ”berhala”  tertentu sebagai perekat hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Sedemikian rupa ”berhala” itu diagungkan sehingga para anggota masyarakat yang ”menyembahnya” merasakan tumbuhnya semacam ”kasih-sayang” di antara mereka satu sama lain.  Suatu bentuk kasih-sayang yang bersifat artifisial dan temporer. Ia bukan kasih-sayang yang sejati apalagi abadi. Gambaran mengenai berhala pencipta kasih-sayang palsu ini dijelaskan berkenaan dengan kisah Nabiyullah Ibrahim ’alaihis-salam.

وَقَالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ

فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ

بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

“Dan berkata Ibrahim ’alaihis-salam: "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun.” (QS Al-Ankabut ayat 25)

"Berhala-berhala" di zaman dahulu adalah berupa patung-patung yang disembah dan dijadikan sebab bersatunya mereka yang sama2 menyembah berhala patung itu padahal berhala itu merupakan produk bikinan manusia. Di zaman modern sekarang "berhala" bisa berupa aneka isme/ ideologi/ falsafah/ jalan hidup/ way of life/ sistem hidup/ pandangan hidup produk bikinan manusia. Manusia  di zaman skrg  juga "menyembah" berhala-berhala modern tersebut dan mereka menjadikannya sebagai "pemersatu" di antara aneka individu dan kelompok di dalam masyarakat. Berhala modern itu menciptakan semacam persatuan dan kasih-sayang yang berlaku sebatas  kehidupan mereka di dunia saja. Berhala modern itu bisa memiliki nama yang beraneka-ragam. Tapi apapun namanya, satu hal yang pasti bahwa ia semua merupakan produk fikiran terbatas manusia. Ia bisa bernama Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasionalisme atau apapun selain itu.

Semenjak runtuhnya tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara ummat Islam 85 tahun yang lalu bangsa-bangsa Muslim di segenap penjuru dunia mulai menjalani kehidupan sosialberlandaskan sebuah faham yang sesungguhnya asing bagi mereka. Faham itu bernama Nasionalisme. Ketika Khilafah Islamiyyah masih tegak dan menaungi kehidupan sosial ummat, mereka menghayati bahwa hanya aqidah Islam Laa ilaha illa Allah sajalah yang mempersatukan mereka satu sama lain. Hanya aqidah inilah yang menyebabkan meleburnya sahabat Abu Bakar yang Arab dengan Salman yang berasal dari Persia dengan Bilal yang orang Ethiopia dengan Shuhaib yang berasal dari bangsa Romawi.  Mereka menjalin al-ukhuwwah wal mahabbahMengapa? Karena ikatan mereka berlandaskan perlombaan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Hidup lagi Maha Abadi. (persaudaraan dan kasih sayang) yang menembus batas-batas suku, bangsa, warna kulit, asal tanah-air dan bahasa. Dan yang lebih penting lagi bahwa ikatan persatuan dan kesatuan yang mereka jalin menembus batas dimensi waktu sehingga tidak hanya berlaku selagi mereka masih di dunia semata, melainkan jauh sampai kehidupan di akhirat kelak.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf ayat 67)

Orang-orang beriman tidak ingin menjalin pertemanan yang sebatas akrab di dunia namun di akhirat kemudian menjadi musuh satu sama lain. Oleh karenanya, mereka tidak akan pernah mau mengorbankan aqidahnya yang mereka yakini akan menimbulkan kasih-sayang hakiki dan abadi. Sesaatpun mereka tidak akan mau menggadaikan aqidahnya dengan faham atau ideologi selainnya. Sebab aqidah Islam merupakan pemersatu yang datang dan dijamin oleh Penciptanya pasti akan mewujudkan kehidupan berjamaah sejati dan tidak bakal mengantarkan kepada perpecahan dan bercerai-berainya jamaah tersebut.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

”Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dalam jamaah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS Ali Imran ayat 103)

Sewaktu ummat Islam hidup di bawah naungan Syariat Allah dalam tatanan Khilafah Islamiyyah mereka tidak mengenal bentuk ikatan kehidupan sosial selain Al-Islam. Mereka tidak pernah membangga-banggakan perbedaan suku dan bangsa satu sama lain. Betapapun realitas suku dan bangsa memang tetap wujud, tetapi ia tidak pernah mengalahkan kuatnya ikatan aqidah di dalam masyarakat. Sedangkan setelah masing-masing negeri kaum muslimin mengikuti jejak langkah Republik Turki Modern Sekuler, maka mulailah mereka mengekor kepada dunia barat yang hidup dengan membanggakan Nasionalisme masing-masing bangsa. Padahal bangsa-bangsa Barat tidak pernah benar-benar berhasil membangun soliditas sosial melalui man-made ideology tersebut. Akhirnya bangsa-bangsa Muslim mulai sibuk mencari-cari identitas Nasionalisme-nya masing-masing. Mulailah orang Indonesia lebih bangga dengan ke-Indonesiaannya daripada ke-Islamannya. Bangsa Mesir bangga dengan ke-Mesirannya. Bangsa Saudi bangga dengan ke-Saudiannya. Bangsa Turki bangga dengan ke-Turkiannya. Lalu perlahan tapi pasti kebanggaan akan Islam sebagai perekat hakiki dan abadi kian tahun kian meluntur.

Sehingga di dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an Asy-Syahid Sayyid Qutb rahimahullah menulis komentar mengenai surah Al-Ankabut ayat 25 di atas sebagai berikut:

Ia (Ibrahim) ’alaihis-salam berkata kepada mereka (kaumnya), “Kalian menjadikan berhala-berhala sebagai sesembahan selain Allah, yang kalian lakukan bukan karena kalian mempercayai dan meyakini berhaknya berhala-berhala itu untuk disembah. Namun, itu kalian lakukan karena basa-basi kalian satu sama lain, dan karena keinginan untuk menjaga hubungan baik kalian satu sama lain, untuk menyembah berhala ini. Sehingga, seorang teman tak ingin meninggalkan sesembahan temannya (ketika kebenaran tampak baginya) semata karena untuk menjaga hubungan baik di antara mereka, dengan mengorbankan kebenaran dan akidah!”

Hal ini terjadi di tengah masyarakat yang tak menjadikan akidah dengan serius. Sehingga, mereka saling berusaha menyenangkan temannya dengan mengorbankan akidahnya, dan melihat masalah akidah itu sebagai sesuatu yang lebih rendah dibandingkan jika ia harus kehilangan teman! Ini adalah keseriusan yang benar-benar serius. Keseriusan yang tak menerima peremehan, santai, atau basa-basi.

Kemudian Ibrahim’alaihis-salam menyingkapkan kepada mereka lembaran mereka di akhirat. Hubungan sesama teman yang mereka amat takut jika terganggu karena akidah, dan yang membuat mereka terpaksa menyembah berhala karena untuk menjaga hubungan itu, ternyata di akhirat menjadi permusuhan, saling kecam, dan perpecahan.

”...Kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain)....”

Hari ketika para pengikut mengingkari orang-orang yang diikutinya, orang-orang yang dibeking mengkafirkan orang-orang yang membekingnya, setiap kelompok menuduh temannya sebagai pihak yang menyesatkannya, dan setiap orang yang sesat melaknat teman yang menyesatkannya!

Kemudian kekafiran dan saling melaknat itu tak bermanfaat sama sekali, serta tak dapat menghalangi azab bagi siapapun.

”...Dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”
Mereka (kaumnya Nabi Ibrahim ’alaihis-salam) pernah menggunakan api untuk membakar Ibrahim ’alaihis-salam, tapi Allah kemudian membela dan menyelamatkan Ibrahim ’alaihis-salam dari api itu. Sementara mereka tak ada yang dapat menolong mereka dan tak ada keselamatan bagi mereka!

Saudaraku, marilah kita tinggalkan segala bentuk “berhala modern” yang sadar ataupun tidak selama ini kita “sembah”. Kita jadikan faham selain Islam sebagai sebuah perekat antara satu sama lain, padahal persatuan dan kasih-sayang yang dihasilkannya hanya bersifat fatamorgana.  Marilah hanya AL-ISLAM  yang kita jadikan "faktor pemersatu" yang pasti terjamin akan mempersatukan kita di dunia dan di akhirat.  Al-Islam bukan produk manusia melainkan produk Allah Yg Maha Tahu dan Maha Sempurna pengetahuannya.

Sedemikian hebatnya pengaruh Nasionalisme sehingga sebagian orang yang mengaku berjuang untuk kepentingan ummat-pun takluk di bawah ideologi buatan manusia yang satu ini. Betapa ironisnya perjuangan para politisi Islam tatkala mereka rela untuk menunjukkan inkonsistensi-nya di hadapan seluruh ummat demi meraih penerimaan dari fihak lain yang jelas-jelas mengusung Nasionalisme. Seolah kelompok yang mengusung ideologi Islam harus siap mengorbankan apapun demi mendapatkan keridhaan kelompok yang mengusung Nasionalisme. Seolah memelihara persatuan dan soliditas berlandaskan Nasionalisme jauh lebih penting dan utama daripada mewujudkan al-ukhuwwah wal mahabbah

(persaudaraan dan kasih sayang) berlandaskan aqidah Islam.
Sedemikian dalamnya faham Nasionalisme telah merasuk ke dalam hati sebagian orang yang mengaku memperjuangkan aspirasi politik Islam sehingga rela mengatakan bahwa ”Isyu penegakkan Syariat Islam merupakan isyu yang sudah usang dan tidak relevan.” Tidakkah para politisi ini menyadari bahwa ucapan mereka seperti ini bisa menyebabkan rontoknya eksistensi Syahadatain di dalam dirinya? Dengan kata lain ucapannya telah mengundang virus ke-murtad-an kepada si pengucapnya. Wa na’udzubillahi min dzaalika.

Sebagian orang berdalih bahwa jika kita mengusung syiar ”Penegakkan Syariat Islam”  lalu  bagaimana dengan nasib orang-orang di luar Islam? Saudaraku, disinilah tugas kita orang-orang beriman untuk mempromosikan Islam sebagai "faktor pemersatu" yg bersifat Rahmatan lil 'aalamiin. Tidakkah terasa aneh bila "mereka" bisa dan boleh dibiarkan mendikte aneka isme/ ideologi/ falsafah/ jalan hidup/ way of life/ sistem hidup/ pandangan hidup produk bikinan manusia kepada kita umat Islam, sedangkan kita umat Islam tidak mampu –bahkan kadang tidak mau- mempromosikan (baca: berda'wah) menyebarluaskan ajaran Allah kepada "mereka"? Wallahua'lam.-

وَلَا تُؤْمِنُوا إِلَّا لِمَنْ تَبِعَ دِينَكُمْ قُلْ إِنَّ الْهُدَى هُدَى اللَّهِ

أَنْ يُؤْتَى أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحَاجُّوكُمْ عِنْدَ رَبِّكُمْ

”Dan Janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". (QS Ali Imran ayat 73)

29/03/10

Pulang


Dua orang pegawai tampak masih sibuk pada pekerjaannya, meski malam sudah mengisyaratkan mereka untuk istirahat. Di gedung megah yang sehari-hari menjadi kantor tempat mereka berkerja itu sudah tidak ada lagi pegawai. Kecuali, petugas keamanan malam.
Salah seorang yang bertubuh kurus pun berujar, ”Ah, hari yang melelahkan. Saatnya pulang ke rumah.”
Seorang yang agak gemuk hanya menoleh sebentar, kemudian kembali dengan kesibukannya. Ia hanya membalas ucapan temannya yang mulai berkemas dengan senyum. “Aku lembur lagi!” ucapnya singkat.
“Apa kamu tidak kangen dengan isteri dan anak-anakmu?” tanya si kurus mulai beranjak menuju pintu.

”Entahlah, aku merasa lebih nyaman berada di sini,” jawab si gemuk sambil terus sibuk dengan pekerjaannya. ”Ruangan ini sudah seperti rumahku,” tambahnya begitu meyakinkan.

Si kurus menatap temannya begitu lekat. Sebelum langkah kakinya meninggalkan sang teman, ia tergelitik untuk mengucapkan sesuatu, ”Menurutku, kamu bukan tidak ingin pulang. Tapi, kamu belum paham apa arti pulang.”
**
Angan-angan sederhana yang kerap muncul di kepala siapa pun ketika ia begitu lama berada di luar rumah adalah pulang. Seorang pejabatkah, pegawaikah, pengusahakah, pelajar dan mahasiswakah; titik akhir dari akumulasi kelelahannya berinteraksi dengan dinamika hidup selalu tertuju pada pulang.
Kata pulang menjadi perwakilan dari seribu satu rasa yang tertuju pada kerinduan-kerinduan dengan sesuatu yang sudah menjadi ikatan kuat dalam diri seseorang. Sesuatu yang tidak mungkin untuk dipisahkan, karena dari situlah ia berasal dan di situ pula ia menemukan jati dirinya.

Dalam skala hidup yang lebih luas, pulang adalah kembalinya manusia pada asalnya yang tidak mungkin dielakkan. Apa dan bagaimana pun keadaannya, suka atau tidak pun rasa ingin pulangnya, jauh atau dekat pun perginya, dan ada atau tidaknya kerinduan terhadap arah pulang yang satu ini; setiap kita pasti akan ’pulang’.

Walaupun, tidak sedikit orang yang merasa lebih nyaman berada di dunia ini daripada berhasrat menuju ’pulang’. Persis seperti yang diungkapkan si kurus kepada temannya, ”Kita bukan tidak ingin ’pulang’. Tapi, kita mungkin belum memahami arti ’pulang’.”
(muhammadnuh@eramuslim.com)

28/03/10

Rezeki Itu Datang

Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah SWT. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat.

Kondisi dunia modern yang sarat persaingan dan pergulatan menuntut mereka untuk lebih berjibaku dalam mencari nafkah berupa karunia Tuhan. Betapa banyak setiap pagi di belahan bumi manapun di dapati wajah-wajah penuh ketegangan dan kepanikan yang memancarkan rona khawatir dalam mengais rezeki di pagi hari.

Seolah, mereka tidak memiliki Tuhan yang Maha Kaya Yang Mampu menjamin rezeki setiap hambaNya. Dialah Allah, Ar Razzaq Sang Pemberi Rezeki.

Hal yang sering luput dari diri manusia zaman modern ini adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki dan nafkah setiap hambaNya. Karena keyakinan ini semakin memudar, maka setiap individu bergulat dan berkutat dalam kehidupan dunia demi memenuhi kebutuhan hidup belaka.

Dalam kitab Mirqaat al Mafatiih, terdapat kutipan pernyataan Al Qusyairi yang mengatakan; “Seseorang yang mengetahui bahwa Allah itu adalah Sang Pemberi Rezeki, berarti ia telah menyandarkan tujuan kepadaNya dan mendekatkan diri dengan terus bertawakal kepadaNya.”

Pernyataan Al Qusyairi ini penting untuk diyakini bahwa memang kunci mendapatkan rezeki adalah dengan mendatangi Sang Pemilik rezeki yaitu Ar Razzaq! Sebab dengan mendatanginya maka segala hal kebutuhan akan terpenuhi.

Apakah kita belum pernah mendengar hadits yang amat masyhur ini: “Hai manusia, jika dari generasi pertama sampai terakhir, baik jin dan manusia berkumpul dalam satu tempat untuk meminta kepadaKu, lalu masing-masing orang meminta untuk tidak mengurangi kebutuhannya, niscaya hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaanKu, kecuali hanya seperti jarum yang dicelupkan di laut.” (HR. Muslim).

Ini semua bukanlah demi menafikan sebuah ikhtiar mencari nafkah atau bekerja. Tetap saja bekerja sebuah prasyarat mulia untuk mendapatkan nafkah, dan para Nabi; manusia terhormatpun tetap melakukannya.

Namun tekanan yang terpenting dalam mencari rezeki dan nafkah adalah ketaatan kepada Allah Sang Pemberi rezeki.

Dalam Kitab Shahih Al Jami’ disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang berbunyi: “Sesungguhnya malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan mati sampai tiba masanya dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”

Sebab itu, usahlah panik dalam mencari karunia Allah SWT berupa rezeki. Yakinilah bahwa rezeki itu datang, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.


“Sesungguhnya rezeki itu akan mencari seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya.” (HR. Thabrani)

26/03/10

Mengapa Hati Membatu?

Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Bada’i al-Fawa’id [3/743], “Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta’ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar terlindung dari hati yang tidak khusyu’, sebagaimana terdapat dalam hadits, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim [2722]).

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Apakah keselamatan itu?”. Maka Nabi menjawab, “Tahanlah lisanmu, hendaknya rumah terasa luas untukmu, dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu.” (HR. Tirmidzi [2406], dia mengatakan; hadits hasan. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib [2741]).

Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah mengatakan [al-Bidayah wa an-Nihayah, 10/256], “Segala sesuatu memiliki ciri, sedangkan ciri orang yang dibiarkan binasa adalah tidak bisa menangis karena takut kepada Allah.”

Di antara sebab kerasnya hati adalah :
  1. Berlebihan dalam berbicara
  2. Melakukan kemaksiatan atau tidak menunaikan kewajiban
  3. Terlalu banyak tertawa
  4. Terlalu banyak makan 
  5. Banyak berbuat dosa 
  6. Berteman dengan orang-orang yang jelek agamanya 


Agar hati yang keras menjadi lembut 
Disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim di dalam al-Wabil as-Shayyib [hal.99] bahwa suatu ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada Hasan al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id! Aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka Beliau menjawab, “Lembutkanlah hatimu dengan berdzikir.”

Sebab-sebab agar hati menjadi lembut dan mudah menangis karena Allah antara lain :
  • Mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya
  • Membaca al-Qur’an dan merenungi kandungan maknanya 
  • Banyak berdzikir kepada Allah 
  • Memperbanyak ketaatan
  • Mengingat kematian, menyaksikan orang yang sedang di ambang kematian atau melihat jenazah orang
  • Mengkonsumsi makanan yang halal
  • Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat 
  • Sering mendengarkan nasehat
  • Mengingat kengerian hari kiamat, sedikitnya bekal kita dan merasa takut kepada Allah 
  • Meneteskan air mata ketika berziarah kubur
  • Mengambil pelajaran dari kejadian di dunia seperti melihat api lalu teringat akan neraka 
  • Berdoa
  • Memaksa diri agar bisa menangis di kala sendiri
[diringkas dari al-Buka' min Khas-yatillah, hal. 18-33 karya Ihsan bin Muhammad al-'Utaibi]



Tidak mengamalkan ilmu, sebab hati menjadi keras

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Disebabkan tindakan (ahli kitab) membatalkan ikatan perjanjian mereka, maka Kami pun melaknat mereka, dan Kami jadikan keras hati mereka. Mereka menyelewengkan kata-kata (ayat-ayat) dari tempat (makna) yang semestinya, dan mereka juga telah melupakan sebagian besar peringatan yang diberikan kepadanya.” (QS. Al-Maa’idah : 13).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat dosanya). Ayat-ayat dan peringatan tidak lagi bermanfaat baginya. Dia tidak merasa takut melakukan kejelekan, dan tidak terpacu melakukan kebaikan, sehingga petunjuk (ilmu) yang sampai kepadanya bukannya menambah baik justru semakin menambah buruk keadaannya (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 225)

23/03/10

Ujian dengan Harta


Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat itu ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta” (HR. Turmudzi).
Sepatutnya, ujian yang paling mendebarkan hati insan manapun dan dimanapun di dunia ini ialah ujian dengan harta.  Sebab, banyak yang tidak lulus dalam ujian ini, meskipun yang mengikutinya adalah orang-orang yang telah dikenal pintar atau ‘alim.

Ketidaklulusan dalam ujian dengan harta bukan hanya terjadi sekali setahun, tetapi bisa berkali-kali seumur hidup.  Buktinya, harta telah berulangkali menjadi sumber perselisihan berdarah-darah bukan hanya antar satu keluarga dengan keluarga lain, tetapi juga antar anggota dalam satu keluarga, tak terkecuali antara ayah dan anak kandungnya. 

Korupsi dan suap yang dilakukan berlapis-lapis di dunia ini juga disebabkan oleh hasrat mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.  Perebutan kekuasaan juga seringkali demi harta.  Perang antar negara juga sering disebabkan harta.    

Ketidaklulusan dalam ujian dengan harta juga bisa diamati dari bermacam-macam perilaku pemiliknya.  Tidak jarang, karena memiliki kendaraan mewah atau rumah mewah, sebahagian manusia menjadi tinggi hati.   Itulah pertanda orang yang lupa diri, laksana Qarun pada zaman Nabi Musa yang lupa bahwa harta samasekali tak mengekalkan dan bukan berasal karena kemampuan diri dalam mengumpulkannya.

Namun bagi orang yang lulus dalam ujian ini akan nampak pada perilakunya juga.  Tak akan pernah berbangga dengan harta, kecuali dijadikan sebagai alat untuk menolong diri dan sesama.  Dalam mengumpulkannya pun dengan cara yang jujur.  Sebab difahami bahwa setiap harta haram akan menimbulkan ketidaktenangan hidup di dunia dan akhirat.  Bahkan, menurut Rasulullah, setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka neraka-lah yang akan melumatkannya

19/03/10

Jika Aku Jatuh Hati


Ya Allah, Jika aku Jatuh Cinta....
Cintakanlah aku Pada Seseorang Wanita..
Yang Melabuhkan Cintanya Hanya Pada-Mu...
Agar bertambah Kekuatan Untuk Mencintai-Mu....

Ya Muhaiminin, Jika aku Jatuh Hati...
Izinkan aku Menyentuh Hati Seseorang Wanita...
Yang Hatinya Terpaut Pada-Mu..
Agar Tidak Terjatuh aku pada Jurang Cinta Nafsu...


Ya Robbana, Jika Aku Jatuh Hati....
Jagalah Hatiku Padanya....
agar Tidak Berpaling Daripada Hati-Mu..

Ya Robbul Izzati, Jika Aku Rindu....

Rindukanlah Aku Pada Seseorang Wanita...
Yang Merindui Syahid DI jalan-Mu...
Ya Alloh, jika aku Menikmati Cinta Kasih-Mu..
Janganlah Kenikmatan itu Melebihi...
Kenikmatan Indahnya Bermunajat..
Di Sepertiga Malam Terakhir-Mu...

Ya Alloh, Jika Kau Halalkan Merindui KekasihMu..

Jangan Biarkan aku Melampui Batas..
Sehingga Melupakan aku pada Cinta Hakiki..
Dan Rindu Abadi Hanya Kepada-Mu...

Ya Alloh, Hamba memohon cinta-Mu…

Cinta orang-orang yang mencintai-Mu…
Dan cinta kepada segala apapun,
Yang akan mendekatkan Hamba kepada cinta-Mu...
Amin...

(hanya copas)**** (^_~)
[yuli anna/voa-islam]

Bermegah-megahan


“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.s. at-Takaatsur: 1).

Khalifah Umar bin Khattab pernah membuat pernyataan yang amat menyejukkan hati.  Katanya, “Kalau rakyatku makmur, biarlah aku orang terakhir yang menikmati kemakmuran itu. Tapi kalau rakyatku sengsara, biarkan aku yang pertama sekali merasakan  kesengsaraan itu.”  Mencari ucapan dan sikap Sayyidina Umar sudah bagaikan mencari jarum dalam jerami sekarang ini.  Sangat sulit menemukan pada pemimpin atau wakil ummat di masa sekarang. 

Di zaman sekarang, umumnya ketika seseorang menjadi petinggi, yang lebih dahulu dipikirkan cenderung pada kenderaan semewah apa yang akan dikendarai atau rumah semewah apa yang akan dihuni.  Ini adalah suatu pertanda bahwa kemewahan atau kemegahan lebih diutamakan.


Padahal mengutamakan kemegahan diri dalam hidup ini bisa menyuburkan penyakit lupa diri pada seseorang.  Seorang pemimpin umat bisa lupa pada janjinya untuk memimpin umat ke arah yang lebih baik dan lebih sejahtera hidupnya.  Seorang wakil rakyat bisa lupa pada janjinya untuk memperjuangkan keinginan atau harapan rakyat yang diwakilinya.  Kalau hati masih jujur, pasti akan diakui bahwa hal-hal seperti ini memang terbukti dalam kenyataan.  Di saat rakyat sedang terdera oleh ketiadaan lapangan kerja atau bahkan ketidakcukupan kebutuhan hidup, sebahagian pemimpin lebih asyik memikirkan kendaraan dengan harga super tinggi, tempat liburan yang amat jauh dan indah, dan rumah dan isinya yang luar biasa mewahnya.   


Kenyataan ini memunculkan rasa pesimis akan kemakmuran suatu negeri yang dipimpin oleh orang-orang yang berperilaku semacam ini, meskipun kemakmuran telah dijadikan salah satu tujuan utama perjuangan. Lebih-lebih di saat yang sama, korupsi demi kemewahan dan kemegahan bagaikan perilaku mewah yang kerap dilindungi.

12/03/10

Rahasia Sedekah

Rahasia sedekah sudah dijelaskan oleh nabi Muhammad saw, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran, jauh sebelum literatur-literatur lainnya memberikan keteranganmengenai rahasia yang terkandung di balik praktik sedekah. Adalah ustadz Yusuf Mansyur yang memopulerkan bahasan mengenai rahasia sedekah ini dalam ceramah-ceramah yang diberikannya kepada masyarakat, bahkan buku mengenai rahasia sedekah sudah bisa kita temukan di toko buku.

Lantas, apa saja rahasia yang terkandung di balik sedekah ini? Beberapa di antaranya adalah:

A. Rahasia sedekah: Kematian

Rasulullah saw bersabda:

“Sedekah dapat menolak kematian yang buruk.” (Al-Wasail 6: 255, hadis ke 2)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

Pada suatu hari orang yahudi lewat dekat Rasulullah saw, lalu ia mengucapkan: Assam ‘alayka (kematian atasmu). Rasulullah saw menjawab: ‘Alayka (atasmu). Lalu para sahabatnya berkata: Ia mengucapkan salam atasmu dengan ucapan kematian, ia berkata: kematian atasmu. Nabi saw bersabda: “Demikian juga jawabanku.” Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya orang yahudi ini tengkuknya akan digigit oleh binatang yang hitam (ular dan kalajengking) dan mematikannya. Kemudian orang yahudi itu pergi mencari kayu bakar lalu ia membawa kayu bakar yang banyak. Rasulullah saw belum meninggalkan tempat itu yahudi tersebut lewat lagi (belum mati). Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya: “Letakkan kayu bakarmu.” Ternyata di dalam kayu bakar itu ada binatang hitam seperti yang dinyatakan oleh beliau. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Wahai yahudi, amal apa yang kamu lakukan? Ia menjawab: Aku tidak punya kerjaan kecuali mencari kayu bakar seperti yang aku bawa ini, dan aku membawa dua potong roti, lalu aku makan yang satu potong dan satu potong yang lain aku sedekahkan pada orang miskin. Maka Rasulullah saw bersabda: “Dengan sedekah itu Allah menyelamatkan dia.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sedekah dapat menyelamatkan manusia dari kematian yang buruk.” (Al-Wasail 6: 267, hadis ke 4)

B. Rahasia sedekah: Bertambahnya rezeki

Rasulullah saw bersabda:

“Bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya sedekah dapat menambah harta yang banyak. Maka bersedekahlah kalian, niscaya Allah menyayangi kalian.” (Al-Wasail 6: 255, hadis ke 11)

C. Rahasia sedekah: Bahaya

Rasulullah saw bersabda:

“Mulai pagi harimu dengan sedekah, barangsiapa yang memulai pagi harinya dengan sedekah ia tidak akan terkena sasaran bala.” (Al-Wasail 6: 257, hadis ke 15)

D. Rahasia sedekah: Keimanan

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

“Tidaklah sempurna keimanan seorang hamba sehingga ia melakukan empat hal: Berakhlak baik, bersikap dermawan, menahan karunia dari ucapan, dan mengeluarkan karunia dari hartanya.” (Al-Wasail 6: 259, hadis ke 21)

E. Rahasia sedekah: Perang Uhud

Imam Ja’far Ash-Shadiq berkata bahwa Allah Swt berfirman:

“Segala sesuatu Aku wakilkan pada orang selain-Ku untuk menggenggamnya kecuali sedekah, Aku sendiri dengan tangan-Ku yang mengambilnya, sekalipun seseorang bersedekah dengan satu biji korma atau sebelah biji korma. Kemudian Aku menambahkan baginya sebagaimana ia menambahkan sebelum meninggalkan. Kemudian saat ia datang pada hari kiamat ia mendapat pahala seperti pahala perang Uhud bahkan lebih besar dari pahala perang Uhud.” (Al-Wasail 6: 265, hadis ke 7)

F. Rahasia sedekah: Penjagaan Allah Sepanjang Hari

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

“Awali pagi harimu dengan sedekah, gemarlah bersedekah. Tidak ada seorang mukmin pun yang bersedekah karena mengharapkan apa yang ada di sisi Allah untuk menolak keburukan yang akan turun dari langi ke bumi pada hari itu, kecuali Allah menjaganya dari keburukan apa yang akan turun dari langit ke bumi pada hari itu.” (Al-Wasail 6: 267, hadis ke 3)

G. Rahasia sedekah: Merubah Takdir

Rasulullah saw berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib (sa):

“Wahai Ali, sedekah itu dapat menolak takdir mubram (yang telah ditetapkan). Wahai Ali, silaturahim dapat menambah umur. Wahai Ali, tidak ada sedekah ketika keluarga dekatnya membutuhkan. Wahai Ali, tidak ada kebaikan dalam ucapan kecuali disertai perbuatan, dan tidak ada sedekah kecuali dengan niat (karena Allah).” (Al-Wasail 6: 267, hadis ke 4)

H. Rahasia sedekah: Penolak Hari Nahas

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

“Antara aku dan seseorang punya perhitungan tentang bumi. Orang itu ahli nujum, ia sengaja keluar rumah untuk suatu urusan pada saat “Al-Su’ud” (bulan berada di manazil Al-Su’ud), dan aku juga keluar rumah pada hari nahas. Lalu kami menghitungnya, lalu keluarlah untukku dua perhitungan yang baik. Kemudian orang itu memukulkan tangan kanannya pada tangan kirinya, kemudian berkata: Aku belum pernah sama sekali melihat hari seperti hari ini. Aku berkata: Celaka hari yang lain dan hari apa itu? Ia berkata: Aku ahli nujum, aku datang padamu pada hari nahas, aku keluar rumah pada saat Al-Su’ud, kemudian kami menghitung, lalu keluarlah untuk Anda dua perhitungan yang baik. Ketika itulah aku berkata kepadanya: “Tidakkah aku pernah menyampaikan suatu hadis yang disampaikan padaku oleh ayahku? Yaitu Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin diselamatkan oleh Allah dari hari nahas, maka hendak mengawali harinya dengan sedekah, niscaya Allah menyelamatkannya dari hari nahas itu. Barangsiapa yang ingin diselamatkan oleh Allah dari malam nahas, maka hendaknya mengawali malamnya dengan sedekah niscaya ia diselamatkan dari malam nahas itu. Kemudian aku berkata: “Sesungguhnya aku mengawali keluar rumah dengan sedekah; ini lebih baik bagimu daripada ilmu nujum.” (Al-Wasail 6: 273, hadis ke 1)

I. Rahasia sedakah: Sedekah di Malam hari dan Siang hari

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

“Sesungguhnya sedekah di malam hari dapat memadamkan murka Allah, menghapus dosa besar dan mempermudah perhitungan amal; sedekah di siang hari dapat menumbuhkan harta dan menambah umur.” (Al-Wasail 6: 273, hadis ke 2)

J. Rahasia sedekah: Ali bin Abi Thalib

Imam Ali bin Abi Thalib (sa):

“Sesungguhnya tawassul yang paling utama adalah bertawasul dengan keimanan kepada Allah …, dengan silaturrahim karena hal ini dapat menumbuhkan harta dan menambah umur; dengan sedekah yang tersembunyi karena hal ini dapat menghapuskan kesalahan dan memadamkan murkan Allah Azza wa Jalla; dengan amal-amal yang ma’ruf (kebajikan) karena hal ini dapat menolak kematian yang buruk dan menjaga dari pertarungan kehinaan…” (Al-Wasail 6: 275, hadis ke 4)

K. Sedekah itu mensucikan jiwa

Allah Ta`ala berfirman:

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka , dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka , dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya dia kamu itu ( menjadi ) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui.“ (QS At-Taubah: 103)

Matematika Dasar Sedekah

Menurut Yusuf Mansyur, seorang ustadz yang memopulerkan bahasan rahasia sedekah, sedekah mempunyai perhitungan matematisnya sendiri, seperti yang diuraikan sebagai berikut:

Apa yang kita lihat dari matematika di bawah ini?

10 – 1 = 19

Ya, di sana kita akan melihat keganjilan hitungan matematis. Sebuah pengurangan yang justru menghasilkan penambahan. Kenapa begitu? Kenapa bukan 10-1 = 9? Inilah matematika sedekah, kita memberi dari apa yang kita punya, dan Allah akan mengembalikan lebih banyak lagi. Matematika sedekah di atas, diambil dari Quran Surat Al-An`am ayat 160, Allah menjanjikan balasan 10X lipat bagi mereka yang mau berbuat baik (sedekah), bahkan dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 261, Allah menjanjikan hingga 700X lipat.

Sebelumnya, kita sudah mengetahui, bahwa:

10 - 1 = 19

Maka, ketemulah ilustrasi matematika ini:

10 - 2= 28

10 - 3= 37

10 - 4= 46

10 - 5= 55

10 - 6= 64

10 - 7= 73

10 - 8= 82

10 - 9= 91

10 - 10= 100

Sedekah 2.5 % Tidaklah Cukup

Dengan infak 2,5% yang biasa kita berikan, jika kita telaah lebih jauh ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.

Misalnya, seorang karyawan yang mempunya gaji 1 juta. Dia punya pengeluaran rutin 2 juta, kemudian dia bersedekah 2,5% dari penghasilan yang 1 juta itu. Maka perhitungannya adalah: 2,5% dari 1.000.000 = 25.000. Maka yang tercatat: 1.000.000 – 25.000 = 975.000.

Angka 975.000 bukan hasil akhir. Allah akan mengembalikan lagi yang 2,5% yang dikeluarkan sebanyak sepuluh kali lipat, atau sebesar 250.000. Sehingga dia bakal mendapatkan rizki min haitsu laa yahtasib (rizki tak terduga) sebesar: 975.000 + 250.000 = 1.225.000.

Jadi, “hasil akhir” dari perhitungan sedekah 2,5% dari 1 juta, hanya Rp. 1.225.000,-. Angka ini masih jauh dari pengeluaran dia yang sebesar 2 juta. Jadi, jika dia sedekahnya 2,5%, dia harus mencari sisa Rp. 775.000 untuk menutupi kebutuhannya.

Maka sedekah 2,5% itu tidaklah cukup. Hasilnya akan lebih besar bila sedekah 10%.

perhitungannya adalah: 10% dari 1.000.000 = 100.000. Maka yang tercatat : 1.000.000 – 100.000 = 900.000.

Ingatlah, angka 900.000 itu bukanlah hasil akhir. Allah akan mengembalikan lagi yang 2,5% yang dia keluarkan sebanyak sepuluh kali lipat, atau dikembalikan sebesar 1.000.000. Sehingga dia bakal mendapatkan rizki min haitsu laa yahtasib (rizki tak terduga) sebesar: 900.000 + 1.000.000 = 1.900.000.

Dengan perhitungan ini, dia berhasil mengubah penghasilannya mendekati angka pengeluaran yang 2 juta. Dia hanya butuh 100 ribu tambahan lagi, yang barangkali Allah yang akan menggenapkannya.

Katakanlah kepada hamba-hambaku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan Shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-teranganan sebelum datang hari ( kiamat ) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (QS Ibrahim: 31)

Azab Allah


“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah: 286).

Bila manusia diuji, Allah berjanji akan mengujinya sesuai dengan kemampuannya.  Namun bila selama ini bencana-bencana yang ditimpakan jauh di luar  kemampuan manusia, 
maka itu mungkin suatu pertanda bahwa (sebahagian) kita bukan sedang diuji, tetapi sedang diazab.

Kesimpulan ini semakin jelas bila kembali mencermati sejarah umat manusia, khususnya yang mendapat azab Allah.  Diturunkan banjir besar terhadap kaum Nabi Nuh, misalnya, jauh dari jangkauan manusia.  Demikian juga azab tehadap kaum Nabi Luth, kaum Nabi Musa, kaum Nabi Isa, dan manusia-manusia ingkar lainnya.  Berdasarkan pengalaman tersebut, berarti suka atau tidak suka, sebahagian kita, di manapun kita berada, memang sedang ingkar kepada Allah selama ini.

Namun itu bukan berarti semua yang menjadi korban adalah orang-orang yang ingkar.   Terkenanya sebahagian mereka yang baik-baik karena Allah berjanji untuk menyamaratakan azab baik terhadap yang melakukannya maupun yang tidak.  Hal ini pernah ditegaskan dalam al-Qur’an, “Dan jagalah diri kamu daripada (berbuat) dosa (yang azabya) bukan hanya menimpa orang-orang yang zalim di antara kamu secara khusus (tetapi akan menimpa kamu secara umum)” (QS. al-Anfal: 25).  Itulah sebabnya, setiap orang diwajibkan untuk mencegah setiap kemungkaran, kalau tidak ingin terkena dampak buruk terhadap semuanya.

Berat

“Akan tiba suatu masa pada manusia, dimana orang yang bersabar di antara mereka dalam memegang agamanya, ibarat orang yang menggenggam bara api” (HR. at-Tirmidzi).

Bagi yang masih merawat imannya, mucul rasa pilu berat dan rasa sesak di dada di kala menyaksikan kehancuran kehidupan, khususnya, umat Islam sekarang ini.  Apa yang diperbolehkan agama, satu persatu dilarang dengan ancaman.


Sedangkan yang dilarang agama, diperbolehkan dengan leluasa. Tidak sedikit anak-anak, remaja, dan bahkan orang dewasa yang telah rusak akhlaknya, dibuai ayunan kenikmatan semu obat-obat terlarang yang melumpuhkan pikiran sehat.  Sebahagian penguasa juga telah tersulut dendam berat antar sesama karena memperebutkan kekuasaan.  Sebahagian orang lain juga telah terang-terangan menjual agama demi kepentingan sesaat.  Keadilan dan kasih sayang antar sesama juga sudah menjadi barang aneh.  Alam juga semakin hancur, tak lagi punya keseimbangan.  Entah bagaimana lagi kedaannya dalam beberapa tahun yang akan datang.

Semua ini menjadi tanda yang amat meyakinkan bahwa zaman yang buruk yang diperkirakan Rasululullah, telah tiba saatnya dan sudah sedemikian kuat mencengkeram.  Nyaris tak ada sisi kehidupan yang tidak dipengaruhi cengkeramannya.  Akibatnya, banyak orang sudah takut berbuat baik, dan tak malu lagi berbuat jahat.

Untungnya masih ada sejumlah kecil hamba-hamba Allah yang masih berusaha sampai titik darah penghabisan untuk berpegang teguh pada tali agama Allah.  Berat rasanya.  Sebagaimana digambarkan Rasulullah, ibarat memegang bara api.  Mungkin karena keberadaan orang-orang seperti inilah, dunia ini tak segera dihancur-leburkan oleh Allah

05/03/10

Biar Hati jadi Tentram

"Tong kosong nyaring bunyinya"

Kata yang sangat cocok dengan keadaan yang kelihatan di depan saya. Siapa sih yang tidak ingin terbebas dari belenggu kemiskinan hidup di negeri ini? Jikapun ada yang pertanyakan itu kepada saya, jawabanya pasti tidak akan beda dengan pilihan anda, sambil berdiri dengan siap grak dan tangan diatas, saya akan jawab "saya mau". Itulah naluri manusia, ingin yang lebih baik,

ingin selalu terjadi perubahan, tapi yang menyakitkan justru perubahan untuk menjadi lebih baik seperti yang di idam-idamkan tiada jua kunjung menghampiri. Himpitan hidup yang semakin hari semakin banyak membutuhkan pengeluaran yang besar membuat manusia menjadi stress karena menanggung beban kebutuhan hariannya, mungkin saja ini jadi faktor utama mengapa belakangan ini banyak kita melihat mereka-mereka yang berputus asa tidak lagi menggantungkan hidup dan matinya kepada Yang Maha Pencipta, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengatur Rezeki, tetapi justru kiblatnya pada godaan syaitan yang selalu membujuk untuk mengakhiri penderitaan dan siksaan beban hidup ditiang-tiang gantungan bikinan sendiri atau dikeramaian dengan mengeksekusi diri melompat dari lantai yang lebih tinggi.