19/03/10

Bermegah-megahan


“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.s. at-Takaatsur: 1).

Khalifah Umar bin Khattab pernah membuat pernyataan yang amat menyejukkan hati.  Katanya, “Kalau rakyatku makmur, biarlah aku orang terakhir yang menikmati kemakmuran itu. Tapi kalau rakyatku sengsara, biarkan aku yang pertama sekali merasakan  kesengsaraan itu.”  Mencari ucapan dan sikap Sayyidina Umar sudah bagaikan mencari jarum dalam jerami sekarang ini.  Sangat sulit menemukan pada pemimpin atau wakil ummat di masa sekarang. 

Di zaman sekarang, umumnya ketika seseorang menjadi petinggi, yang lebih dahulu dipikirkan cenderung pada kenderaan semewah apa yang akan dikendarai atau rumah semewah apa yang akan dihuni.  Ini adalah suatu pertanda bahwa kemewahan atau kemegahan lebih diutamakan.


Padahal mengutamakan kemegahan diri dalam hidup ini bisa menyuburkan penyakit lupa diri pada seseorang.  Seorang pemimpin umat bisa lupa pada janjinya untuk memimpin umat ke arah yang lebih baik dan lebih sejahtera hidupnya.  Seorang wakil rakyat bisa lupa pada janjinya untuk memperjuangkan keinginan atau harapan rakyat yang diwakilinya.  Kalau hati masih jujur, pasti akan diakui bahwa hal-hal seperti ini memang terbukti dalam kenyataan.  Di saat rakyat sedang terdera oleh ketiadaan lapangan kerja atau bahkan ketidakcukupan kebutuhan hidup, sebahagian pemimpin lebih asyik memikirkan kendaraan dengan harga super tinggi, tempat liburan yang amat jauh dan indah, dan rumah dan isinya yang luar biasa mewahnya.   


Kenyataan ini memunculkan rasa pesimis akan kemakmuran suatu negeri yang dipimpin oleh orang-orang yang berperilaku semacam ini, meskipun kemakmuran telah dijadikan salah satu tujuan utama perjuangan. Lebih-lebih di saat yang sama, korupsi demi kemewahan dan kemegahan bagaikan perilaku mewah yang kerap dilindungi.

0 komentar: